Sabtu, 07 Desember 2013

Anoa Satwa Endemik Sulawesi, Hidup Enggan Matipun Tak Mau

Apakah ada yang tau ini hewan apa?? Pasti ada yang mengira ini anak sapi atau kambing. Kalian tau ini adalah Anoa. Anoa merupakan satwa endemik Sulawesi yang keberadaannya di alam sudah sangat sulit untuk ditemui. Hewan ini sejak tahun 1986 oleh IUCN 2000 dikategorikan sebagai hewan yang terancam punah keberadaannya dialam "endangered species". Berdasarkan morfologi dan persebarannya Anoa dibagi menjadi 2 yaitu Anoa pegunungan dan Anoa dataran rendah.

Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi)
Nama Ilmiah  : Bubalus quarlesi
Nama Daerah   : Anoa pegunungan, Kerbau kecil, Sapi utan
Ciri Khas       : Tubuh sangat mirip dengan kerbau namun berukuran lebih kecil. Memiliki tanduk yang lurus dan menghadap kebelakang. Saat berkelahi, bagian ujung tanduk yang tajam menusuk ke atas. Anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa dataran rendah. Panjang tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg.

Kerangka kepala anoa
Reproduksi    Anoa mencapai kematangan seksualnya pada umur 2-3 tahun dan akan kawin serta melahirkan anaknya setahun sekali. Setelah masa gestasi selama 275-315 hari, anoa akan melahirkan satu anak, jarang sekali melahirkan dua anak sekaligus. Bayi anoa akan diasuh induknya selama 6-9 bulan, dan dilaporkan mampu bertahan hidup sampai umur 15-20 tahun di alam liar.




Anoa pegunungan tangkapan warga
Sebaran          : Endemik di Sulawesi. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolismenya. Belum bisa diketahui apakah anoa bersifat teritorial atau tidak. Anoa jantan terlihat sering mengais-ngais tanah setelah urinasi dan menggarukkan tanduknya ke batang pohon. Belum ada yang bisa memastikan kalau perilaku tersebut untuk menandai teritorinya atau hanya untuk menunjukkan agresinya saja. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. 


Anoa yang akan dijadikan hewan korban untuk acara adat

Anoa sangat terancam keberadaanya di alam. Diperkiraan sampai tahun ini populasi anoa di alam sangatlah menurun drastis. Banyaknya permintaan Anoa untuk acara adat dan tanduk sangatlah tinggi. Ada mitos yang mengatakan bahwa tanduk anoa dapat menangkal rumah dari petir, ingin mempunyani kekuatan dan kekuasaan. Apabila perburuan anoa terus menerus berlangsung, suatu saat nanti anoa akan punah dan kita hanya melihatnya lewat gambar. 

Jagalah anoa, karena Anoa adalah titipan Tuhan bagi bangsa Indonesia.
Jaga satwa Asli Indonesia, Biarkan mereka bebas di alamnya..
Salam Lestari......


Rabu, 20 November 2013

Baby Grave, Tana Toraja

Saat kita menapaki Toraja apa yang terlintas di benak kita???
Hmmmm, kalau saya,,, tempat kuburan untuk orang toraja sangat unik dan menarik. Nah, kita akan sambangi tempat dimana ada pohon yang dapat dijadikan untuk kubur bayi (baby grave).

Salah satu objek wisata yang terdapat di Toraja yaitu Kambira yang terletak di Toraja Utara. Disini terdapat pohon yang digunakan untuk mengubur bayi. Masyarakat setempat menyebut pohon tersebut adalah pohon tarra (Artocarpus sp.). Apa istimewanya pohon ini sampai digunakan untuk mengubur bayi?. Pada pohon ini terdapat getah bewarna putih yang menurut kepercayaan warga setempat getah putih tersebut diibaratkan seperti air susu (ASI). Bayi yang dikubur di pohon ini diharapkan tidak kelaparan karena getah putih merupakan pengganti  ASI. Bayi yang dikubur di pohon hanya yang berumur 1-2 bulan.

Lubang pohon tempat kubur bayi
Bila perhatikan secara seksama, ada kubur yang terletak paling atas dan bawah. Tingkatan ini menunjukkan derajat seseorang. Semakin tinggi derajat keluarga si bayi tersebut maka letakk/posisinya akan lebih tinggi dari yang lain. Misalnya keluarga raja, bangsawan atau orang yang terpandang di daerah tersebut.

Pemandu
Pohon kubur bayi

Sayangnya, objek wisata ini sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Kawasan yang kotor dan belum tertata rapi membuat kawasan tersebut sangat tidak nyaman untuk dikunjungi. Untung ada warga masyarakat sekitar daerah tersebut secara swadaya bergotong-royong menjaga tempat tersebut. Ibarat kata hidup enggan mati tidak mau, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan objek wisata ini.

Untuk masuk ke dalam kawasan ini setiap pengunjung dikenakan biaya Rp. 5.000,00. Akses jalannya untuk menuju kesana sangat bagus, akan tetapi angkutan kota (pt-pt) belum masuk kedalam kawasan tersebut. Sehingga, transportasi yang paling mudah yaitu mengunakan motor. 

Our team dan sang pemandu
Baby grave ini tidak hanya terletak di objek wisata Kambira saja tetapi masih ada beberapa tempat lain yaitu Pana' dan Londa. Saat ini penguburan bayi menggunakan pohon sudah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat. Sehingga saat ini pohon-pohon tersebut, beralih fungsi menjadi sarana wisata. Akan tetapi, di beberapa daerah, masyarakatnya masih ada yang menggunakannya cara penguburan tradisional semacam ini.

TETAP JALAN-JALAN MENGENALI KEUNIKAN NEGERI INI,,
SALAM LESTARI!!!!


Selasa, 19 November 2013

Tilanga', Tana Toraja

Kalau dengar namanya pasti bingung apa sih objek wisata Tilanga', dimana tempatnya dan ada apa disana,,?? pasti banyak yang bertanya-tanyakan. Nah, mari saya ceritakan pengalaman perjalanan saya disana,, cek this out....


Tilanga' merupakan salah satu objek wisata yang terletak di Tana Tojara, Sulawesi Selatan. Tilanga' adalah sebuah kolam alami dimana airnya sangat jernih. Daerah ini masih memiliki kearifan lokal yang sangat kuat alias dikeramatkan sehingga dengan kearifan lokal yang kuat, alam-pun terjaga.



Obyek wista Tilanga' (dok. Umi, 2013)

Keunikan tempat ini adalah terdapat belut berkuping/moa/masapi. Masyarakat Toraja sering menyebutnya dengan masapi. Sebenarnya, belut berkuping tersebut adalah sidat (Anguilla sp.). Sidat memiliki empat buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsalis), sirip ekor (caudalis), sirip dubur (analis) dan sirip dada (pectoralis). Sirip dada pada sidat terletak di belakang tutup insang. Hal inilah yang mendasari orang mengatakan bahwa sidat memiliki telinga. Sepintas sidat mirip dengan belut, akan tetapi yang membedakan adalah permukaan sidat lebih kasar karena memiliki sisik yang kasat mata.  


Masapi (dok. Happy, 2013)

Moa/masapi biasanya bersembunyi  di celah bebatuan. Maklum daerah ini merupakan daerah karst dengan banyak rongga/celah sehingga memungkinkan moa untuk bersembunyi di tempat tersebut. Biasanya, untuk melihat moa digunakanlah telur untuk memancingnya keluar. Kita tidak perlu melakukannya sendiri, akan tetapi anak-anak di kawasan tersebut akan membantu para pengunjung untuk bisa melihat moa. Telur yang digunakan adalah telur bebek yang masih mentah. Kita tidak perlu membawanya dari rumah sebab ditempat wisata tersebu,t kita dapat membelinya disana. 



Telur yang digunakan untuk memancing masapi keluar (dok. Happy, 2013)

Belum pasti juga setiap pengunjung dapat melihat moa tersebut. Jika mereka (si moa) sudah kenyang walaupun dipancing dengan telur mereka tetap tidak akan kelur dari persembunyiannya. Jadi, hal tersebut menimbulkan mitos bahwa orang-orang yang beruntunglah yang dapat melihat moa tersebut. Untuk menjaga kelestarian moa, daya dukung lingkunggan di dalam kolam harus terjaga. Maka dari itu, di sini dilarang keras untuk mandi atau mencuci menggunakan detergen dan shampo.

Jadi,, buat teman-temen/backpaker/traveller yang penasaran silahkan langsung menuju kesana. Ingat, untuk menuju ke obyek wisatanya sangat jauh dari jalan poros jadi disarankan menggunakan motor/ojek dan tidak ada angkutan umum.


SELAMAT MENCOBA DAN MENIKMATI DISETIAP PERJALANANNYA...
CINTAI, RAWAT DAN JAGA ALAM INDONESIA.........



Selasa, 12 Februari 2013

Loh Sebita, Pulau Komodo


Pos jaga Polhut di Loh Sebita
Loh Sebita merupakan kawasan Taman Nasionla Komodo yang terletak di Pulau Komodo, Flores, Manggarai Barat. Kawasan ini merupakan daerah yang banyak tumbuhan mangrove. Tumbuhan Mangrove yang terdapat di Loh Sebita yaitu Sonneratia sp.. Biasanya kawasan ini digunakan untuk penelitian dan bukan wisata. Akan tetapi, terkadang para wisatawan melakukan long tracking dari Loh Liang ke Loh Sebita yang ditempuh dalam waktu satu hari perjalanan (PP).



Sonneratia sp.

Terdapat beberapa fasilitas yang disediakan oleh pihak TNK pada para peneliti yaitu dermaga, pos jaga dengan beberapa fasilitas lainnya.

   Dermaga Loh Serbita

Saat kita menuju Loh Sebita kita akan disuguhi oleh pemandangan yang indah. Bukit-bukit yang hijau dan tinggi menjulang dengan savananya yang luas dan beberapa pohon gebangnya.




Lansekap di Loh Serbita

Untuk menuju ke Loh Sebita, dari Labuan Bajo ditempuh mengunakan kapal nelayan dengan waktu tempuh  5-6 jam. Dapat juga ditempuh dari Loh Liang dengan rute long track dengan waktu tempuh PP sehari (pagi-sore).


Cintai dan Jagalah Negeri Ini ... !!!

Salam, 
Penulis


         

Senin, 11 Februari 2013

Loh Liang, Pulau Komodo TNK

Papan Nama Lokasi Loh Liang

         Loh Liang merupakan kawasan wisata utama Taman Nasional Komodo (TNK) di Pulau Komodo, Flores, NTT. Kawasan ini diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 3 Juni 1988.

Batu Penandatanganan Presiden

   Disini Pengunjung akan di diajak menyusur rute-rute yang telah di persiapkan oleh pihak Taman Nasional untuk melihat  binatang purba Komodo yang di temani oleh jagawana/guide.

                     Rute/jalur yang akan dipilih pengunjung                           Penjelasan rute perjalanan 
                                                                                                            ke hutan oleh pemandu


Biasanya setelah penjelasan rute perjalanan dari para guide/pemandu, pengunjung dipersilahkan untuk memilih jalur mana yang akan ditempu. Ada empat rute jaur yaitu short track, medium track, long track dan adventure track. Biaya pemandu tergantung pada rute yang dipilih pengunjung.

Perjalanan para rombongan

Mulai masuk kawasan hutan

Komodo adalah binatang yang bergerak, jadi dalam setiap jalur belum tentu kita menemukan hewan tersebut. Hanya orang yang beruntunglah yang dapat bertemu hewan tersebut di habitat aslinya.

Varanus komodoensis yang sedang beristirahat

Selain bisa melihat Komodo, pengunjung juga bisa melihat Rusa timorersis yang merupakan makanan utama Komodo. Pengunjung juga dapat melihat Kakak Tua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) di berbagai site yang disediakan untuk lokasi pengamatan burung. 
Rusa timorensis yang ada di Loh Liang

Site untuk melakukan pengamatan burung

Di Loh Liang terdapat fasilitas yang tersedia bagi pengunjung yaitu guest house (pondok wisata), pusat informasi, cafetaria dan dermaga.
Cafetaria di Loh Liang

Sovenir 

Dermaga, Loh Liang

 
Guest house, Loh Liang

Biasanya para pengunjung akan dibawa oleh pemandu mengunjung para pedagang suvenir yang terletak di sekitar dermaga. Penjual souvenir merupakan orang-orang komodo yang menjual hasil buatannya ke wisatawan.
Para penjual sovenir oleh masyarakat kampung komodo

Harga masuk kawasan Taman Nasional Komodo sangat murah yaitu Rp. 2500,- saja. Hanya saja transport ke Loh Liang sanagt mahal. Wisatwan biasanya menyewa kapal yang di sewa dari pelabuhan Labuan Bajo seharga Rp. 1.500.000,- / Rp. 2.000.000 (kelompok/rombongan). Kalau sendiri/backpaker biasanya menggunakan kapal penumpang yang menuju ke Desa Komodo seharga Rp. 20.000,-. Kemudian keesokan paginya menuju ke Loh Liang dengan menggunakan kapal penjual sovenir atau jalan kaki saat laut sedang surut.

Kapal pengantar penjual sovenir yang menuju Loh Liang

Untuk menuju kesana sangatlah mudah. bagi orang yang suka jalan-jalan murah (backpacker) ada beberapa alternative perjalanan menuju kesana dengan biaya yang murah :
1. Yogyakarta-Bali-Labuan Bajo (Flores)

Bis dari Jogja menuju Bali turun di ubung seharga Rp 200.000,- lalu menuju Pelabuhan Tnjung Benoa naik kapal "Tilong Kabila" ekonomi seharga Rp. 200.000,- sayangnya kapal ini hanya 2 minggu sekali jadi 2 bulan hanya dua kali jalan sehingga kia harus atur jadwal yang pas saat kapal berada di Tanjung Benoa.

Bis dari jogja menuju Bali. kemuadian bisa menggunakan pesawat dari bandara Ngurah Rai Bali menuju Bandara Komodo (Labuan Bajo) seharga Rp. 600.000,, untu harga pesawat tergantung pandai pandainya kita untuk menyesuaikan waktu karena harga pesawat berubah sewaktu-waktu.

2. Yogyakarta-Bima-Labuhan Bajo (Flores)

Bis dari Jogja/Surakarta menuju Bima (jalur darat) melewati beberapa pulau diantaranya Bali, Lombok, dan melintasi ujung baeat Pulau Sumbawa sampai Ujung Timur seharga Rp. 550.000,-. setelah sampai terminal Bima. naik angkutan yang menuju pelabuhan Sape seharga Rp. 20.000. Kemudia naik kapal feri menuju kota Labuhan Bajo yang ditempuh selama 8 jam perjalanana seharga Rp. 45.000,-.

Sebelum kita ke komodo terlebih dahulu kita akan menuju kota Labuhan Bajo. Kota ini menjadi pintu gerbang utama wisatawan untuk menuju Pulau Komodo.

Pemandangan di Labuan Bajo dikala senja (dok. Edo)
Demikian sekelumit kisah wisata Komodo, Loh Liang. Selamat mencoba perjalanan kesana.

Jangan takut mencoba dan sendiri...!!!

Salam,
Penulis....


Kamis, 31 Januari 2013

Kampung Komodo, Bak Negeri Dongeng


    Dulu aku hanya lihat di peta, dulu aku hanya baca buku dongennya saja dan ternyata sekarang aku disini. Kampung komodo, bak negeri dongeng. Inilah gambaran yang tepat untuk menggambarkan kampung ini. Udara yang masih segar, bintang-bintang bertaburan di kala malam, laut yang biru nan luas dan hamparan sabana yang hijau dan luas. Hemm,, sangat Indah.....
Hamparan sabana dan stepa yang luas
Kampung Komodo terletak di Pulau Komodo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan ke kampung ini dapat ditempuh selama 4 jam perjalanan dari kota Labuan Bajo. Untuk menuju kesana biasanya menggunakan kapal penumpang yang bisa di jumpai di pasar ujung kota Labuan Bajo seharga Rp. 20.000,-. Kapal biasanya berangkat pagi antara pukul 07.00 - 08.00 WITA. Khusus hari minggu biasanya kapal-kapal libur untuk mengankut penumpang. Sesampainya disana kita akan tiba di dermaga Abdul Husen persis di depan Kantor Balai Desa Komodo. 

Kantor desa Kampung Komodo
Kata yang saya ucapkan pertama kali saat saya menapakkan kaki disana "INDAH". Setibanya disana, kita akan disuguhi oleh pemandangan lautnya yang dibatasi oleh beberapa berbukitan, rumah-rumah panggung yang menjulang tinggi danhalaman belakang kampung yang sangat indah dengan bukit-bukit hijaunya yang sangat luas dan gagah menjulang. Rumah dibangun mengunakan kayu dengan tiang fondasi yang tingginya sekitar 2,5 meter. Berada di rumah panggung, aku merasakan dunia ini serasa bergoyang. Ibarat kata, seperti gempa yang saya rasakan, saat mengguncang Jogja. Hahahaha,, mungki agak sedikit berlebihan, tapi itulah gambaran saya. Saat orang berjalan, benda-benda di dalam rumah bergoyang, barang pecah-belah berbunyi, dan langkah kakipun akan terdengar. jadi, mungkin pencuri akan sangat sulit untuk mencuri di rumah panggung.


Rumah panggung
Judul : Aku bebas di alam (dok.Umi, 2012)

      Mata pencarian penduduk disana adalah nelayan dan pedagang. Selain itu, mereka juga mengandalkan perekonomian dengan menjadi guide untuk para turis dan menjual berbagai souvenir. Souvenir yang banyak dijual adalah patung komodo. Mereka memahat sendiri patung tersebut. Dahulu, bahan pembuatan patung komodo berasal dari pohon ara yang merupakan tumbuhan khas disana. Akan tetapi, sekarang tumbuhan itu katanya sudah sangat sulit ditemukan. Maklum, penggunaan sumber alam tak seimbang dengan sumber alam yang ada. sehingga, digunakan alternatif kayu lain sebagai bahan penggati kayu tersebut. Ada juga masyarakat yang buat terasi dari udang rebon.

Perahu para nelayan di Kampung Komodo
Pemahat patung komodo
Bahasa sehari-hari yang paling sering digunakan adalah bahasa komodo. Orang-orang komodo sangat cepat dalam belajar bahasa. Selain bahasa komodo, mereka juga bisa bahasa bima, bahasa bajo dan bahasa manggarai. Mereka dituntut harus bisa bahasa selain bahasa komodo, karena hanya orang yang berasal dari komodolah yang mengerti bahasanya sendiri. Jadi, untuk berkomunikasi dengan pihak luar mereka menggunakan bahasa selain bahasa ibu.



Kampung komodo
      Udara disana sangat panas, selain itu rumah panggung menggunakan atap seng, jadi tau sendiri bagaimana rasanya di dalam rumah. Sehingga orang-orang kampung biasanya pada siang hari berada di bawah kolom rumah mereka. Walaupun cuaca disana sangat panas anak-anak tetap bermain bergembira berenang di tepi pantai di bawah teriknya matahari. Maklum disana listrik hanya menyala pada malam hari sehingga tidak ada waktu anak untuk menghabiskan waktu dirumah hanya nonton TV atau bermain game. bermain di alam bagi mereka sangat menyenangkan.


Berenang di pantai


Anak-anak bermain di halaman belakang kampung
Saat berada disana, setiap hari saya makan ikan laut dan cumi, benar-benar rasanya sampai bosan. Orang-orang disana sangat tidak menyukai sayur, maklum disana sangat susah sayur sehingga dari kecil orang-orang disana jarang makan sayur. Sehari mereka tak makan ikan laut  serasa ada yang kurang dalam makannya. Ibarat sayur tak enak tanpa garam.

Menjemur cumi-cumi untuk oleh-oleh pulang

Tinggal selama seminggu disana, saya menyadari betapa mereka bahagia dengan hidup yang serba terbatas. Listrik hanya ada dari jam 18.00-22.00 saja, air yang serba terbatas pemakainnya, bahan makanan terbatas seperti sayur mayur dan mahal tapi mereka tetap bisa hidup dengan tersenyum. Kita harus lebih banyak bersyukur atas apa yang kita miliki.

Terimkasih yang sebesar-besarnya, kepada Mas Ahmad dan Mas Deni serta para punggawanya Om Sidiq, Om Eros, Om Busran dan Kak Hama untuk semua petualangan yang sangat menyenangkan dan tak terlupakan ini.


Jangan selalu kepalamu menengadah ke atas, tetapi terkadang kamu juga harus tunduk kebawah agar kamu selalu bersyukur...

Pulau Nusa Kode, Taman Nasional Komodo

Pulau Nusa Kode dilihat dari Loh Dasami, Pulau Rinca

Waktu saya kecil, saya pernah membaca buku yang mengatakan bahwa Indonesia itu adalah negara kepulauan.Saat itu saya hanya bisa membayangkan dan melihatnya saja di peta. Setelah saya berkesempatan berkeliling di kawasan Taman Nasaional Komomo,NTT, saya baru percaya bahwa Indonesia ini ternyata benar-benar negara kepulauan. Petualangan saya kali ini sampailah saya ke suatu pulau yang bernama Pulau Nusa Kode.

Tak banyak yang tahu kalau di Taman Nasional Komodo terdapat pulau ini. Pulau kecil yang tak berpenghuni ini sangat jauh, berada di balik pulau rinca sehingga keberadaanya tak banyak diketahui. Untuk kesana diperlukan waktu selama 5 jam perjalanan menngunakan perahu mesin. Menurut namanya Nusa Kode memiliki arti Nusa = Pulau dan Kode = Monyet, jadi  Nusa Kode disebut pulau monyet. Entah kenapa disebut pulau monyet apakah dahulu banyak monyet atau ada legenda lain.

senja di Nusa kode

Terdapat juga komodo (Varanus komodoensis) di pulau ini. Hanya saja biawak Komodo di pulau ini ukuran tubuhnya tak sebesar di 2 pulau besar lainnya yaitu Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Ada teori yang mengatakan bahwa adanya gigantisme pulau. Maksudnya adalah ukuran tubuh suatu makhluk hidup menyesuikan dengan seberapa besar tempat dia berada. Hal ini terkait oleh faktor makanan yang sedikit, jenisnya tak bervariasi dan kompetitior dari individu lain. Sehingga suatu makhluk hidup harus bisa fitness (menghasilkan keturunan) pada daerah yang sempit.

Pulau Nusa Kode dari dekat

Pulau Nusa Kode memiliki bentuk topografi yang curam dengan bukit-bukit yang menjulang tinggi dan vegetasi yang berupa semak berduri yang lebat. Hutan disini sangat sulit untuk ditembus. Disebelah selatan pulau ini langsung berbatasan denga samudra Hidia dengan ombak yang besar. Di sebelah utara pulau airnya sangat tenang dan terdpat banyak terumbu karang serta berbagai spesies ikan. Hal yang menarik di sini adalah kita bisa melihat kawanan lumba-lumba yang sedang asik bermain dan pari manta.



Salam lestari!!!

Kenalilah alammu, Lestarikan isinya dan Jagalah Bumi mu.....