Kamis, 31 Januari 2013

Kampung Komodo, Bak Negeri Dongeng


    Dulu aku hanya lihat di peta, dulu aku hanya baca buku dongennya saja dan ternyata sekarang aku disini. Kampung komodo, bak negeri dongeng. Inilah gambaran yang tepat untuk menggambarkan kampung ini. Udara yang masih segar, bintang-bintang bertaburan di kala malam, laut yang biru nan luas dan hamparan sabana yang hijau dan luas. Hemm,, sangat Indah.....
Hamparan sabana dan stepa yang luas
Kampung Komodo terletak di Pulau Komodo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan ke kampung ini dapat ditempuh selama 4 jam perjalanan dari kota Labuan Bajo. Untuk menuju kesana biasanya menggunakan kapal penumpang yang bisa di jumpai di pasar ujung kota Labuan Bajo seharga Rp. 20.000,-. Kapal biasanya berangkat pagi antara pukul 07.00 - 08.00 WITA. Khusus hari minggu biasanya kapal-kapal libur untuk mengankut penumpang. Sesampainya disana kita akan tiba di dermaga Abdul Husen persis di depan Kantor Balai Desa Komodo. 

Kantor desa Kampung Komodo
Kata yang saya ucapkan pertama kali saat saya menapakkan kaki disana "INDAH". Setibanya disana, kita akan disuguhi oleh pemandangan lautnya yang dibatasi oleh beberapa berbukitan, rumah-rumah panggung yang menjulang tinggi danhalaman belakang kampung yang sangat indah dengan bukit-bukit hijaunya yang sangat luas dan gagah menjulang. Rumah dibangun mengunakan kayu dengan tiang fondasi yang tingginya sekitar 2,5 meter. Berada di rumah panggung, aku merasakan dunia ini serasa bergoyang. Ibarat kata, seperti gempa yang saya rasakan, saat mengguncang Jogja. Hahahaha,, mungki agak sedikit berlebihan, tapi itulah gambaran saya. Saat orang berjalan, benda-benda di dalam rumah bergoyang, barang pecah-belah berbunyi, dan langkah kakipun akan terdengar. jadi, mungkin pencuri akan sangat sulit untuk mencuri di rumah panggung.


Rumah panggung
Judul : Aku bebas di alam (dok.Umi, 2012)

      Mata pencarian penduduk disana adalah nelayan dan pedagang. Selain itu, mereka juga mengandalkan perekonomian dengan menjadi guide untuk para turis dan menjual berbagai souvenir. Souvenir yang banyak dijual adalah patung komodo. Mereka memahat sendiri patung tersebut. Dahulu, bahan pembuatan patung komodo berasal dari pohon ara yang merupakan tumbuhan khas disana. Akan tetapi, sekarang tumbuhan itu katanya sudah sangat sulit ditemukan. Maklum, penggunaan sumber alam tak seimbang dengan sumber alam yang ada. sehingga, digunakan alternatif kayu lain sebagai bahan penggati kayu tersebut. Ada juga masyarakat yang buat terasi dari udang rebon.

Perahu para nelayan di Kampung Komodo
Pemahat patung komodo
Bahasa sehari-hari yang paling sering digunakan adalah bahasa komodo. Orang-orang komodo sangat cepat dalam belajar bahasa. Selain bahasa komodo, mereka juga bisa bahasa bima, bahasa bajo dan bahasa manggarai. Mereka dituntut harus bisa bahasa selain bahasa komodo, karena hanya orang yang berasal dari komodolah yang mengerti bahasanya sendiri. Jadi, untuk berkomunikasi dengan pihak luar mereka menggunakan bahasa selain bahasa ibu.



Kampung komodo
      Udara disana sangat panas, selain itu rumah panggung menggunakan atap seng, jadi tau sendiri bagaimana rasanya di dalam rumah. Sehingga orang-orang kampung biasanya pada siang hari berada di bawah kolom rumah mereka. Walaupun cuaca disana sangat panas anak-anak tetap bermain bergembira berenang di tepi pantai di bawah teriknya matahari. Maklum disana listrik hanya menyala pada malam hari sehingga tidak ada waktu anak untuk menghabiskan waktu dirumah hanya nonton TV atau bermain game. bermain di alam bagi mereka sangat menyenangkan.


Berenang di pantai


Anak-anak bermain di halaman belakang kampung
Saat berada disana, setiap hari saya makan ikan laut dan cumi, benar-benar rasanya sampai bosan. Orang-orang disana sangat tidak menyukai sayur, maklum disana sangat susah sayur sehingga dari kecil orang-orang disana jarang makan sayur. Sehari mereka tak makan ikan laut  serasa ada yang kurang dalam makannya. Ibarat sayur tak enak tanpa garam.

Menjemur cumi-cumi untuk oleh-oleh pulang

Tinggal selama seminggu disana, saya menyadari betapa mereka bahagia dengan hidup yang serba terbatas. Listrik hanya ada dari jam 18.00-22.00 saja, air yang serba terbatas pemakainnya, bahan makanan terbatas seperti sayur mayur dan mahal tapi mereka tetap bisa hidup dengan tersenyum. Kita harus lebih banyak bersyukur atas apa yang kita miliki.

Terimkasih yang sebesar-besarnya, kepada Mas Ahmad dan Mas Deni serta para punggawanya Om Sidiq, Om Eros, Om Busran dan Kak Hama untuk semua petualangan yang sangat menyenangkan dan tak terlupakan ini.


Jangan selalu kepalamu menengadah ke atas, tetapi terkadang kamu juga harus tunduk kebawah agar kamu selalu bersyukur...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar